Jika kita memperhatikan sekitar, terutama saat menggunakan transportasi
umum, maka akan ditemukan fenomena menarik. Baik kita mengamati di
stasiun commuter line, busway, kereta api, terminal antara propinsi,
ataupun bandara, akan jamak kita temui orang-orang yang asik dengan
gadgetnya masing-masing.
Bermain dengan smartphone dan tablet, seakan-akan lebih mengasyikkan
daripada berdiskusi dengan orang lain. Satu hal yang ironis, dalam
kumpul keluarga, ternyata setiap anggotanya banyak yang asik dengan
gadgetnya, bukan ngobrol dengan keluarga sendiri.
Seakan, gadget sudah menjadi semacam 'fetish' yang menarik seluruh kesadaran mereka. Apakah yang terjadi?
Nomophobia di mana-mana
Nomophobia (no mobile phone phobia) adalah istilah baru, yang berarti
ketakutan akan dipisahkannya pengguna dengan gadget kesayangannya.
Istilah ini diperkenalkan oleh peneliti dari Inggris.
Adapun, di luar negeri sudah banyak penelitian mengenai nomophobia. Yang
paling banyak dikutip adalah penelitian oleh securenvoy, sebuah
perusahaan IT di Inggris. Menurut penelitian mereka, dari 1.000
responden yang menjawab polling mereka, sekitar 66 persen memiliki rasa
takut kehilangan atau terpisah dari ponsel mereka.
Sementara lebih dari 41 persen memiliki lebih dari satu smartphone. Hal
ini memprihatinkan, karena beberapa tahun yang lalu, survey serupa
menyatakan bahwa hanya 53 persen responden yang takut kehilangan gadget
mereka, sekarang angka itu naik ke 66 persen.
Survei yang tak kalah menarik dilakukan oleh Chicago Tribune, di Amerika
Serikat, dimana lebih dari 40 persen responden menyatakan 'lebih baik
tidak gosok gigi selama seminggu daripada pergi tanpa smartphone'.
Ada juga survei yang dilakukan oleh 11Mark, yang menyatakan bahwa 75
persen responden menggunakan smartphone di kamar mandi. Namun, tidak
hanya Amerika Serikat dan Inggris saja yang terkena gangguan mental ini,
namun juga Australia.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cisco di Australia, 9 dari 10
orang berusia dibawah 30 tahun mengakui mengalami nomophobia. Survei
tersebut dilakukan terhadap 3800 pemakai smartphone.
Bagaimana dengan di Indonesia? Memang sampai sekarang belum ada
data yang pasti. Namun, di Asia sendiri, nomophobia telah menjadi
ancaman nyata. Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan di India, 45%
dari responden mengalami nomophobia.
Namun menurut Dr Sanjay Dixit, seorang psikiater yang juga penelilti
riset tersebut, nomophobia belum dimasukkan dalam kategori 'phobia'
secara resmi oleh buku teks Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.
Meski demikian, menurut Dr Dixit, semakin banyaknya pengguna gadget yang nomophonia dapat saja mencapai skala epidemik.
Efek Nomophobia
Nah, apa saja efek dari nomophobia? Menurut riset-riset tersebut, efek
yang terjadi boleh dibilang tidak jauh berbeda dengan social disorder
lain yang pernah didokumentasikan. Di antaranya:
Quote:1. Komunikasi antar manusia secara tatap muka jadi makin jarang
2. Generasi muda kini lebih suka berkomunikasi via gadget (email, chatting, Twitter, Facebook), daripada tatap muka langsung.
3. Orang jadi jarang mengamati lingkungan sekitar, karena lebih
tenggelam dengan gadgetnya. Akibatnya, rasa peduli pada sekitar
berkurang, justru lebih mempedulikan isu-isu di socmed dari gadgetnya.
4. Manusia dapat saja teralineasi oleh mesin. Masih ingat film wall-e
dimana robot melayani manusia yang menjadi pemalas? Pada saat itu,
manusia akan menjadi apatis dan anti sosial.
Gadget, sebagai 'fetish' baru, telah menjadi semacam 'dewa' baru yang
dipuja-puji. Hal ini menarik, karena di masa lalu, ketergantungan
terhadap teknologi yang begitu masif seperti sekarang ini sama sekali
tidak pernah terjadi.
Sampai 30-20 tahun yang lalu, teknologi tinggi hanya dapat diakses oleh
segelintir orang. Namun, sekarang ini, hampir semua orang dapat
menggunakan media sosial dari gadget mereka. Mengapa? Sebab dengan
smartphone seharga tidak sampai sejuta rupiah, maka fitur media sosial
dan chatting sudah dapat digunakan.
Menghindari dan Mengobati Nomophobia
Apa yang harus kita lakukan untuk terhidar dari nomophobia? Salah satu
yang dapat dilakukan adalah disiplin dengan gadget. Kita seyogyanya
membiasakan waktu tertentu dimana pertemuan keluarga 'disterilkan' sama
sekali dari gadget, supaya ada diskusi yang hangat dan bermakna.
Gadget adalah ciptaan manusia, sehingga jangan sampai kita diperbudak
olehnya. Kemudian, salah satu aktivitas yang dapat mengurangi nomophobia
adalah mengintensifkan kegiatan outdoor, seperti rekreasi alam, dan
olahraga secara teratur.
Satu hal yang tak kalah penting, sebagai orang yang beragama, maka
mengintensifkan ibadah dan terlibat secara intens pada pertemuan jemaat
atau umat dapat mengurangi tendensi anti sosial yang timbul dari
nomophobia.
Jika ketergantungan sudah parah dan mengganggu, konsultasi dengan
ahlinya, dalam hal ini psikolog dan psikiater, sama sekali bukan opsi
yang ditabukan. Mereka dapat memberikan saran dan terapi untuk
mengurangi ketergantungan terhadap gadget.
Apakah agan trmasuk dlm Nomophobia??
Related Posts :