Sebagian besar orang yang hidup di dunia ini – termasuk Anda tentunya
– pasti ingin memiliki kekayaan yang banyak. Istilah kaya raya, makmur,
gemah ripah loh jinawi, bahkan istilah istilah gaul tajir mampus, dan
sebagainya, kerap digunakan untuk menggambarkan kekayaan yang dimiliki
seseorang.
Tetapi, seperti halnya bunyi sebuah ungkapan,
‘keinginan hanya di bibir saja’. Alias hanya terucap, namun tidak pernah
menjadi sesuatu dogma, sikap, maupun tindakan. Karena pada kenyataannya
banyak hal yang Anda lakukan justru menjauhkan Anda dari kekayaan,
bukan justru mendekatkan.
Simak saja 10 hal di bawah ini, yang bisa jadi kerap Anda lakukan dan ternyata menjauhkan Anda dari kekayaan:
Receh remeh.
Ingat ini: Tidak akan menjadi uang sebesar satu miliar rupiah kalau
kurang Rp500,- Jadi, jangan remehkan uang receh yang Anda terima sebagai
kembalian. Agar terasa berarti, sediakan sebuah toples untuk tempat
Anda mengumpulkan uang receh. Setelah terkumpul, akan ada banyak hal
yang bisa Anda lakukan dengan uang receh tersebut.
Mental bos.
Setiap manusia pasti senang diperlakukan istimewa. Namun seringkali
perlakuan istimewa tersebut menimbulkan konsekuensi keuangan.
Pertanyaannya, seberapa perlu Anda mendapatkan perlakuan istimewa
tersebut? Misalnya, mencari parkir sendiri Vs. menggunakan fasilitas
valet parking (Anda bisa berhemat minimal Rp50 ribu), duduk di bangku
first class Vs. business class Vs. economy class dalam pesawat
(Penghematan minimal Rp300 ribu), dan sebagainya. Pun kalau memang Anda
punya uang, coba pikirkan lagi konsekuensinya.
Salah persepsi. Sering
kali otak menipu Anda, dengan memberikan informasi yang pada saat itu
terkesan ekonomis, tapi pada akhirnya justru membebani keuangan. Hal ini
terjadi karena banyak hal. Bisa karena pengetahuan Anda tentang sesuatu
hal terbatas, sehingga informasi yang Anda olah malah salah, atau, Anda
terburu-buru mengambil keputusan. Kunci mengatasi ini sesungguhnya
simpel: berhenti sejenak dari semua kegiatan, lalu pikir ulang
dalam-dalam, dan lengkapi diri dengan informasi. Ingat, berhemat, bukan
selalu berdampak pada saat itu juga, melainkan bisa dalam jangka
panjang.
Alihkan risiko. Industri asuransi adalah salah satu industri yang
sudah lama ada di muka bumi. Memberi proteksi atas banyak hal, dari
kapal tanker beserta muatannya, sampai bibir seksi seseorang. Jadi, jika
Anda adalah penghasil pemasukan bagi keluarga, maka Anda layak
diasuransikan. Rumah, mobil dan aset berharga lain, juga layak
diasuransikan. Intinya adalah sebisa mungkin mengalihkan risiko atas
harta Anda.
Berhemat tidak sama dengan pelit. Menghitung
uang kembalian sampai rupiah terkecil, membuat Anda bakalan dijuluki Si
Pelit. Benarkah demikian? Jawabannya, tidak! Kita terbiasa dengan mudah
melupakan uang kembalian atau uang selisih pembelanjaan sebesar Rp500,-
bahkan Rp1.000,- di supermarket atau stasiun pengisian bahan bakar umum
atau SPBU. Padahal, selisih uang tersebut tetap memiliki arti, dan
merupakan hak Anda. Bahkan, kumpulan uang receh kembalian bagi SPBU atau
supermarket bisa menambahkan keuntungan yang jumlahnya pasti tidak Anda
pernah kira besarnya. Itu membuat tindakan Anda menuntut pengembalian
sampai rupiah terkecil bukan sikap pelit.
Jaga pengeluaran. Ketika
gaji naik, orang cenderung untuk menaikkan juga pengeluaran mereka.
Padahal, tak ada yang salah dengan pengeluaran selama ini. Keinginan
tersebut seharusnya bisa Anda tekan, dengan mengalihkan selisih uang
tambahan kenaikan gaji menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat di masa
depan. Misalnya dengan menambah persentase uang yang ditabung, dan
investasi.
Kendalikan bonus. Sama halnya dengan kenaikan gaji, bonus yang
Anda peroleh seharusnya menjadi kesempatan emas untuk menambah kekayaan,
baik dalam bentuk aset maupun tabungan dan dana darurat.
Berinvestasilah.
Dengan tingkat inflasi seperti saat ini, menyimpan uang di tabungan
atau deposito bakal membuat uang Anda tergerus inflasi. Satu-satunya
jalan keluar adalah dengan berinvestasi. Mulailah berinvestasi sesegera
mungkin. Tak harus langsung besar jumlahnya, tetapi yang terpenting
adalah konsisten. Pilih instrumen investasi yang sesuai dengan karakter
dan profil risiko Anda.
Dewa kartu kredit. Jangan jadikan
kartu kredit sebagai dewa Anda, terutama saat Anda sedang tidak punya
uang. Berbelanja dengan kartu kredit ketika Anda tidak punya uang adalah
tanda-tanda Anda mendekati kebangkrutan. Kartu kredit selayaknya
dipakai sesuai dengan proporsi, yaitu sebagai alat pembayaran pengganti
uang tunai. Artinya, Anda memang mempunyai uang, tapi karena faktor
keamanan dan kepraktisan, menggunakan kartu kredit.
Pangkas pengeluaran. Pada
satu titik, kalau Anda tidak kunjung kaya, atau paling tidak kekayaan
Anda tidak meningkat dibanding tahun sebelumnya atau justru kurang, maka
Anda harus mulai memangkas pengeluaran. Hal-hal seperti pengeluaran
telekomunikasi dan internet, perbankan, dan harian, bisa menjadi
permulaan dari usaha Anda memangkas pengeluaran. Ini juga kesempatan
untuk hidup lebih sehat, dengan memangkas pengeluaran yang dapat
membahayakn kesehatan Anda kelak, misalnya pengeluaran untuk rokok.
Related Posts :